Nasionalisme Palsu
July 21, 2014
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasionalisme
diartikan sebagai kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara
potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan
identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu.
Berbagai cara untuk merefleksikan nasionalisme
sering kita temui di berbagai sudut bumi, mulai dari pemakaian atribut yang
berbau kebangsaan, penggunaan produk dalam negeri, hingga penolakan terhadap
produk, paham, atau bahasa asing.
Mengaca pada makna dan arti nasionalisme, rasanya
hanya ada kata pesimis dalam benak saya. Mulai dari kata “kesadaraan”, lalu
diikuti dengan kata “bersama-sama”, hingga menyentuh kata “kekuatan bangsa” pun
rasanya tak mampu negara kita, Indonesia, mengaplikasikan paham tersebut.
Untuk memaknai nasionalime, Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika menjadi dasar penting untuk mencapai tujuan kenegaraan. Bukan hanya
orang Jawa, Sunda atau Batak, namun seluruh elemen bangsa ini wajib hukumnya
dapat memaknai dan mengimplementasikan dua simbol kenegaraan ini.
Sayangnya, lima poin dasar Pancasila, mulai dari
ketuhanan yang Maha Esa hingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
hanya sebatas ilusi belaka. Arti Bhinneka Tunggal Ika yang hampir seluruh WNI
tahu akan artinya, berbeda–beda namun tetap sama, pun juga hanya sekedar
wacana.
Hampir menginjak usia yang ke-70 tahun, Indonesia
masih belum bisa berbuat apa-apa dalam dunia internasional, khususnya sepak
bola. Sebuah cita-cita bangsa untuk mengaharumkan nama Indonesia lagi-lagi
hanya isapan jempol belaka.
Bandingkan dengan Jerman, hanya butuh 24 tahun
untuk menyabet gelar perdana sebagai negara kesatuan Jerman untuk memenangi
Piala Dunia 2014 di Brazil pekan kemarin. Sebelum runtuhnya tembok Berlin yang
dibangun oleh Republik Demokratik Jerman untuk memisahkan Berlin Barat dan
Berlin Timur, Jerman Barat sudah memenangi 3 Piala Dunia.
Namun tembok Berlin yang berdiri selama kurang
lebih 28 tahun, sempat menjadi simbol pemisah, ketakutan dan ancaman antara
Jerman Barat dan Jerman Timur. Dan hingga pada akhirnya, Januari 1990, secara
resmi tembok tersebut berhasil dihancurkan dan mengubah negara Jerman menjadi
negara yang satu, berani dan juga maju.
Memasuki masa transisi, tak mudah membangun
kekuatan dari berbagai aspek negara mulai dari ekonomi, politik, militer,
teknologi, dan juga aspek yang remeh sekalipun, sepak bola, dalam kurun waktu
yang singkat.
Akan tetapi, dengan pembangunan yang dilakukan
secara bertahap, Jerman berhasil mengembangkan sepak bola dengan cara yang
tepat. Mulai dari pembinaan usia dini hingga infrastruktur sepak bola. Tak
heran jika nantinya Anda mendarat di bandara Jerman, Anda akan menyaksikan
banyaknya lapangan sepak bola yang menghiasi negara tersebut.
Dengan pemfasilitasan dan kesadaran semua pihak untuk
menjaga, merawat dan turut serta dalam keanggotaan, Jerman menjadi sebuah
negara yang memahami betul apa itu nasionalisme.
Kepercayaan setiap manajemen dan pelatih terhadap
sumber daya lokal juga menjadi salah satu kunci sukses negara Jerman.
Pengemasan Bundesliga sebagai liga lokal pun dilakukan secara apik. Dan tak
terkesan terburu-buru untuk menarik investor asing untuk datang dan terlibat di
liga Jerman tersebut.
Bhinneka Tunggal Ika pun tumbuh dengan gagahnya
ketika pemain semacam Mesut Ozil, Sami Khedira, Jerome Boateng, Lukas Podolski
dan Miroslav Klose yang sejatinya adalah pemain keturunan dari berbagai negara,
bahu membahu bersama Bastian Schweinsteiger dkk untuk mencapai cita-cita
bangsa.
Seperti yang dijabarkan oleh Friedrich Hertz dalam
bukunya yang berjudul Nationality in History and Policy, ketika
ikatan rasa senasib dan seperjuangan ditunjukan oleh lima pemain di atas,
hasrat untuk mencapai kesatuan, kemerdekaan, keaslian dan kehormatan bangsa
akan terwujud nantinya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Mimpi Indonesia untuk berlaga di Piala Dunia masih
ada. Ketika semua aspek, baik itu elit sepak bola, pelaku dan masyarakat
Indonesia bisa memaknai apa itu nasionalime yang hakiki, bukan nasionalisme
palsu, “Indonesia Raya” bisa saja berkumandang di perhelatan sepak bola
terakbar tersebut.
Semoga…
0 comments