Spanyol vs Belanda: Dendam Johannesburg

June 13, 2014


Gol semata wayang Andres Iniesta pada menit ke-116 di Soccer City, Johannesburg, empat tahun lalu masih segar di ingatan. Momen yang tak terlupakan bagi para pendukung La Roja, Spanyol, karena berkat gol itulah mereka berhasil mencium trofi Piala Dunia untuk pertama kalinya. Di sisi lain lapangan, Belanda, yang menjadi lawan Spanyol di partai final Piala Dunia 2010 itu, hanya bisa mencium rumput saja.
Sama seperti di Piala Dunia sebelumnya, di gelaran akbar sepak bola di Brazil kali ini, Belanda kerap dipandang sebelah mata. Nama Belanda memudar di tengah keperkasaan Brazil, Argentina, Prancis, Jerman, dan tentunya, Spanyol.
Skuat Belanda pada Piala Dunia 2010 matang dengan rata-rata usia pemain (kecuali bek dan kiper): 27,6 tahun. Di perhelatan akbar kali ini, tak ada lagi wajah-wajah seperti Mark Van Bomel dan Giovanni van Bronckhorst. Sementara beberapa nama seperti Kevin Strootman dan Rafael van der Vaart harus absen karena cedera. Materi pemain Belanda tidak semewah milik Spanyol. Pasukan Vicente del Bosque seakan membawa dua starting eleven ke Piala Dunia kali ini. Baik Iker Casillas atau David De Gea, Xavi atau Koke, Fernando Torres atau Diego Costa, semua sama berbahayanya bagi lawan-lawan mereka. Bandingkan dengan Belanda. Jika Wesley Sneijder atau Robin van Persie tak dapat bermain, Jordy Clasie atau Memphis Depay lah yang akan turun menggantikan. Saya rasa Anda pun baru pertama kali mendengar nama-nama pemain pengganti tersebut.
Sepintas tampak tak ada lagi gunanya saya memperpanjang tulisan ini. Toh Anda akan menganggukkan kepala setuju jika saya berkata  Spanyol akan mengacak-acak Belanda di laga final prematur ini. Namun, terdapat beberapa celah di kubu Spanyol yang bisa dimanfaatkan Belanda untuk membalaskan dendam Johannesburg nanti, diantaranya:
Usangnya tiki-taka  
Barcelona, yang menjadi pionir tiki-taka di sepak bola modern, sempat merajai Liga Spanyol dan Liga Champions. Kesuksesan tersebut tidak disia-siakan oleh mantan pelatih Spanyol, Luis Aragones, dan pelatih Spanyol sekarang, Del Bosque. Mereka mengadopsi filosofi permainan Barcelona tersebut ke timnas Spanyol. Hasilnya, gelar Piala Eropa 2008 dan 2012 serta Piala Dunia 2010 pun berhasil digondol tim matador.
Berkaca pada musim 2013-2014 ini, Spanyol memang merajai dua kompetisi Eropa, Liga Champions dan Europa League. Namun, kali ini tak ada nama Barcelona pada kesuksesan tersebut. Tak tercium sedikit pun bau tiki-taka pada Real Madrid ketika mereka menjuarai Liga Champions musim ini. Di Liga Spanyol pun Atletico Madrid yang mengusung permainan pragmatis ala Diego Simeone lah yang menjadi raja, bukan Barcelona, bukan tiki-taka.
Spanyol yang membawa muka-muka lama ke Piala Dunia kali ini tampaknya tak banyak perubahan dalam gaya bermain yang akan diterapkan. Spanyol masih terlalu nyaman dengan tiki-takanya. Hal ini dapat dimanfaatkan Van Gaal dengan mempelajari gaya bermain Real Madrid dan Atletico guna meredam sisa-sisa tiki-taka Spanyol.
Perjudian Diego Costa
Diego Simeone berani menjadi orang terdepan yang patut disalahkan ketika Atletico Madrid kandas di tangan Real Madrid di final Liga Champions kemarin. Simeone memilih Costa sebagai starter meskipun ia belum pulih betul. Alhasil, Costa kembali ditarik keluar ketika permainan baru berjalan 9 menit. Diego Costa menjadi bumerang bagi timnya sendiri.
Seperti tak ingin peduli akan hal itu, pelatih Spanyol, Vicente Del Bosque, pun turut serta dalam perjudian Diego Costa. Ia memasukkan nama pemain berdarah Brazil itu dalam daftar 23 pemain Spanyol yang berangkat ke Piala Dunia 2014, walau pemain tersebut belum pulih 100% dari cedera yang dialaminya.
Pertandingan Spanyol melawan El Savador minggu lalu seharusnya menjadi ajang unjuk gigi bagi Costa. Ia dimainkan sejak menit awal, namun tak satu gol pun mampu ia sarangkan ke gawang lawan hingga akhirnya ia digantikan pada menit 74. Mengingat Costa memiliki catatan yang baik dalam urusan mencetak gol, hal ini membuat kondisinya patut dipertanyakan.
Seharusnya, ketika Alonso, dkk. tertahan dengan filosofi tiki-takanya, Costa diharapkan mampu mengubah gaya dan alur permainan Spanyol. Jika Costa memang tidak fit, maka alternatif permainan Spanyol pun menyempit. Kebuntuan Spanyol hanya akan diperparah dengan kemampuan Van Gaal menyusun taktik untuk meredam tiki-taka.
Peta Buta
Skuat dan gaya permainan Spanyol yang tak banyak berubah sejak Piala Eropa 2008 silam membuat Spanyol layaknya sebuah buku yang terbuka lebar dan hampir habis dibaca oleh semua orang. Secara matematis, Belanda memiliki semua informasi yang mereka butuhkan untuk bisa menaklukkan Spanyol.
Sementara itu Spanyol akan kesulitan membaca peta taktik dan kekuatan Belanda. Tim Belanda yang diisi oleh pemain-pemain muda yang belum terkenal pun bisa membuat Spanyol kesulitan mendapatkan informasi mengenai tim yang akan mereka hadapi esok hari. Pemain-pemain seperti Jeremain Lens dan Daley Blind dapat bermain leulasa dan siap menjadi bom waktu yang akan menghancurkan Spanyol di pertandingan nanti.
Yang jelas, memori Johannesburg akan membuat Belanda mengeluarkan segala upaya untuk bisa melupakan kenangan pahit itu. Celah sekecil apa pun akan sangat menentukan di partai Piala Dunia bertajuk big match ini.

You Might Also Like

0 comments