Minimalisir Ruang Dengan Positioning
April 25, 2014
Banyak cara dilakukan oleh tim-tim sepak bola
modern saat ini dalam mengantisipasi serangan lawan. Kemunculan filosofi possession
football yang menjadi gambaran kasar superioritas sebuah tim,
mengakibatkan munculnya metode-metode baru atau bahkan hidupnya kembali taktik
yang menitikberatkan pertahanan.
Penggunaan dua defensive midfielder atau
memperbanyak jumlah pemain di lini tengah selalu menjadi pilihan
pelatih-pelatih untuk membendung tim yang bermain dengan possession
football-nya. Namun pertandingan dini hari kemarin antara Real Madrid dan
Bayern Muenchen memperlihatkan kepercayaan seorang pelatih terhadap pemainnya
yang begitu tinggi.
Menumpuk banyak pemain di lini tengah menjadi
ekspektasi para penonton dan menimbulkan rasa waswas akan terulangnya laga
Atletico Madrid melawan Chelsea malam sebelumnya. Di laga tersebut, Jose
Mourinho menempatkan lima pemain tengah yang notabene memiliki kemampuan
bertahan cukup tinggi. David Luiz, John Obi Mikel, Ramires, Frank Lampard dan
Willian menghiasi starting XI The Blues yang terlihat jelas
menargetkan hasil imbang 0-0, sementara menang adalah bonus untuk mereka.
Tapi berbeda dengan Mou, Carletto, begitu Ancelotti
biasa disapa, tak punya alasan mengapa dirinya harus bertahan total seperti
Chelsea. Bermain di Santiago Bernabeu merupakan sebuah keuntungan untuk mendapatkan
hasil semaksimal mungkin. Ia pun mematahkan prediksi penggembungan lini tengah
dengan taktik positioning Los Blancos, yang membuat timnya tetap
solid untuk menghancurkan taktik Bayern sambil terus keluar menyerang.
Menurunkan dua gelandang kreatif, Isco dan Luka
Modric, justru sebenarnya terlihat sangat riskan terhadap pertahanan. Hanya
meninggalkan seorang Xabi Alonso sebagai tameng pertama pertahanan adalah suatu
perjudian Ancelotti di pertandingan ini. Namun dengan penempatan posisi yang
pas, keraguan itu pun hilang.
Dari Action Heat Map Squawka di
atas, terlihat bahwa Robbery (Arjen Robben dan Franck Ribery) adalah pelaku
utama serangan Bayern Muenchen. Ancelotti pun berusaha untuk membendung
pergerakan mereka dengan 4-4-2.
Transformasi posisi dalam hal bertahan dan
menyerang pun terjadi di kubu tuan rumah. Menggunakan formasi 4-4-2 ketika
bertahan, Madrid menempatkan Isco sebagai flank kiri bersama
Coentrao, yang membantu menutup pergerakan duo Munchen disisi
kanan, yang diisi Robben dan Rafinha. Begitu juga disisi sebelah kanan, Angel
Di Maria bekerjasama dengan Daniel Carvajal untuk menghadapi Ribery dan David
Alaba.
Dalam menyerang, perubahan posisi dan peran pun
terjadi pada tim asal Spanyol ini. Di Maria, yang memang memiliki kecepatan
yang bagus, dijadikan pelengkap trisula di lini depan Madrid
bersama Cristiano Ronaldo dan Karim Benzema. Resiko dari pola serangan seperti
ini adalah adanya ruang kosong yang ditinggalkan Di Maria ketika naik
menyerang. Ditambah Alaba yang juga memiliki naluri menyerang yang lebih tinggi
dibandingkan Rafinha, yang berada disisi kanan Bayern Munchen, menambah
kecemasan para pendukung Madrid ketika bola hasil curian Die Roten mengarah
pada pada sisi kanan Madrid.
Ini terlihat jelas pada gambar diatas, ketika di 20
menit awal pertama, Ribery dan Alaba sangat leluasa mendapatkan ruang yang
ditinggal Di Maria ketika membantu penyerangan. Hal ini memaksa Ramos untuk
keluar dari area kotak penalti, sehingga terjadi pergeseran posisi Coentrao.
Ini mengakibatkan terjadinya transfer posisi antara Robben dan Mario Mandzukic
yang bergerak bebas di sisi kiri pertahanan Madrid.
Melihat begitu banyaknya ruang kosong di posisi
tersebut, Ancelotti pun sedikit menggeser Modric ke sisi kanan untuk menambal
lubang tersebut. Sayangnya, ketika terjadi pergeseran posisi Modric ini,
Bastian Schweinsteiger, Toni Kroos, dan Philipp Lahm, yang diplot sebagai
gelandang tengah, tidak bisa memanfaatkan kekosongan yang ditinggal Modric
tersebut.
Pada action heat map pun jelas tergambar kekosongan
yang terjadi di lini tengah serangan Bayern Muenchen. Lahm dkk. lebih memilih
mendorong bola ke dua sisi sayap mereka, yang bisa diantisipasi oleh Ramos dkk.
Squawka mencatat, dari 40 umpan silang yang dialakukan Muenchen, hanya 10 yang
mengarah target. Pertahanan Madrid pun patut diacungi jempol karena mampu
menorehkan 49/49 clearances pada pertandingan ini.
Dalam hal positioning, di babak pertama
Madrid terlihat begitu dalam ketika bertahan dan menunggu hingga lawan masuk ke
wilayah mereka. Uniknya, jarak setiap pemain Madrid ketika melakukan pertahanan
terbilang cukup jauh. Dengan melakukan teknik close down space,
bergerak secepat mungkin ke arah lawan menjadi syarat utama melakukan teknik
tersebut untuk meminimalisir ruang gerak lawan.
Sebagai contoh, untuk menutup spesialisasi cutting
inside Robbery, gambar di atas menunjukan positioning Alonso
untuk menutup cutting inside Robben, dan memaksanya untuk
berduel one on one dengan Coentrao dari sisi luar serangan. Ketika
Coentrao dinilai gagal berduel dengan Robben, close down space yang
dilakukan Ramos pun dilakukan sebagai ‘lapis kedua’ pertahanan Madrid dalam
menghadapi Robben.
Melihat cara bertahan Real Madrid malam itu, mata
kita kembali terbuka bagaimana indahnya bermain bertahan dengan penerapan
strategi yang berbeda. Lambat dan hanya menunggu lawan melakukan kesalahan
memang terlihat menjemukan. Namun apa yang dilakukan Madrid seakan mencerminkan
keindahan bertahan dalam menyerang. Penempatan posisi yang sesuai diimbangi
kecepatan melakuakan closing down space, menjadi tontonan baru yang
menarik di dunia sepak bola modern.
0 comments