Van Persie, Strategi Dan Tradisi

November 11, 2013


Mengalahkan Liverpool yang berada di posisi dua klasemen Liga Inggris dan keberhasilan Arsenal menundukkan Borussia Dortmund di Signal Iduna Park telah mendatangkan euphoria bagi para gunners. Modal tersebut mereka bawa ke Old Trafford untuk menghadapi tim medioker, Manchester United. Produktifitas Aaron Ramsey, daya magis Mesut Ozil, dan ke-brilian-an Olivier Giroud harus terhenti oleh pasukan David Moyes.
Absennya Per Mertesacker dan Thomas Rosicky, kurang fitnya Mikel Arteta dan Serge Gnabry, ketidak-beruntungan, atau bahkan Arsene Wenger yang tidak terbiasa dengan ketidakberadaan Alex Ferguson adalah alasan-alasan yang mungkin pendukung Arsenal utarakan. Walau hanya menjadi partai yang menghasilkan satu gol, namun banyak poin-poin penting yang mendukung keberhasilan Manchester United menghentikan laju Arsenal.
Walau tidak seheboh musim perdananya ketika membela Manchester United, nama Robin Van Persie masih menjadi sorotan pada laga tersebut. Loyalitasnya masih terus dipertanyakan oleh para pendukung Manchester United, atau mungkin pendukung Arsenal.
Delapan tahun perjalanan kasihnya dengan Arsenal, tak lantas membuat Van Persie terlena dengan sang mantan. Tak ada istilah Cinta Lama Bersemi Kembali (CLBK) dalam kamusnya. Setelah musim lalu ia mencampakkan sang mantan dengan golnya, kini Van Persie masih teguh pada prisnsipnya, say-no-to-Ex!
Cemoohan dan cacian mungkin banyak diterima oleh Van Persie dari para gunners, namun justru itu yang membuatnya makin liar dan buas untuk menyerang balik para haters dengan sebuah gol. Ya, hanya sebuah gol, yang seakan memberi garam dan air lemon ke luka hati mereka. Perih sekali.
Selain Van Persie yang menjadi pembeda pada pertandingan itu, faktor David Moyes lah yang kini ikut andil. Banyak pundit-pundit mengkritisi strategi Moyes akhir-akhir ini, namun kali ini Moyes berhasil menutup mulut mereka rapat-rapat.
Walau secara statistik Man United kalah dari Arsenal, namun Manchester United berhasil mencuri sebuah gol dan bertahan dengan disiplin. Tadi malam Manchester United bermain dengan materi pemain yang baik dalam bertahan, dengan kata lain, kali ini Moyes melakukan hal yang tepat dalam pemilihan pemain.
Ketika Arsenal memiliki nama-nama seperti Arteta, Cazorla, Ozil, dan Ramsey yang baik dalam akurasi operan-operan pendek, Moyes menempatkan dua pemain yang bertipe destroyer yaitu Michael Carrick dan Phil Jones. Arsenal berhasil melepaskan 427 passes dari 528 percobaan, di sisi lain, Man United berhasil membendung mereka dengan melakukan 58 clearances, 23 interceptions dan 17 successful tackles.
Duet Valencia dan Smalling pada sisi kanan Man United bermain sangat gemilang. Overlap Smalling dan backtracking Valencia berhasil menyulitkan Gibbs yang berada disisi kiri pertahanan Arsenal. Serangan Arsenal dari lini tengah juga berhasil diredam Carrick, Jones, dan Cleverley. Praktis Arsenal hanya memiliki satu alternatifserangan, yang bisa dikatakan lubang pada diri Man United, yaitu sisi kiri perahanan mereka.
Evra rajin membantu serangan pada sisi kiri, tetapi hal tersebut membuatnya kerap terlambat untuk kembali ke posisinya. Sedangkan Kagawa yang menjadi flank di posisi kiri, dengan kaki pendek dan tubuh mungil khas Asianya, tampak kesulitan saat berduel dengan Sagna, yang sangat cepat dan bertubuh kekar.
Wenger sebetulnya tidak buta dengan hal itu. Ia memasukan Bendtner yang memiliki postur yang tinggi dan berharap crossing Sagna, yang beberapa kali bebas pada sisi kanan, bisa dimanfaatkan dengan baik oleh duet penyerang mereka, Bendtner dan Giroud. Sayangnya, upaya itu selalu gagal.
Last but not least, tradisi ini memang milik Man United. Manchester United sudah terbiasa menang atas Arsenal dan menyakiti mereka. Dua puluh gelar Liga Inggris yang dimiliki the red devils tampaknya tak membuat kapok para gunners. Apa mereka ini masochist? Entahlah.

You Might Also Like

0 comments