Capitan Futuro, Sang Gladiator

November 04, 2013


Pada zaman kekaisaran Romawi, pagelaran gladiator adalah sesuatu yang cukup menarik untuk disaksikan. Pagelaran ini mempertunjukan pertarungan bersenjata antara dua laki – laki tangguh. Bahkan tak jarang bukan hanya sekedar petarung atau narapidana yang mereka lawan, hewan buas pun berani mereka lawan. Para gladiator, yang umumnya adalah kaum budak atau mereka yang terkucilkan dari komunitas, dengan sukarela mempertaruhkan nyawanya demi kehidupan sosial mereka dan siap mati dalam kesendirian.
Dengan kehidupan yang keras tersebut mereka memberikan warna kehidupan baru pada kekaisaran Romawi. Estetika seni bela diri dan keberanian dalam pertarungan mendapatkan apresiasi yang tinggi dari masyarakat setempat. Seiring berjalannya waktu, gladiator bertransformasi menjadi pertunjukan yang mahal dan mewah. Tak jarang Colosseum yang berkapasitas puluh ribuan penonton tersebut terisi penuh hanya untuk menyaksikan sang gladiator beraksi.
Berbicara kekaisaran Romawi, gladiator dan Colosseum, tentunya mengantarkan pikiran kita ke negeri Italia, kota Roma dan tentunya, AS Roma, yang sedang menjadi buah bibir di berbagai jenis media. Walau dini hari tadi rekor kemenangan mereka terhenti oleh Torino, namun mereka masih bertahan menjadi pemuncak klasemen sementara Liga Italia. Tentu saja taktik Rudi Garcia, sang allenatore, kreativitas tinggi Francesco Totti, sang el capitano, debut luar biasa Kevin Strootman, dan keberhasilan rukiyah Gervinho, membuat AS Roma kian disegani.
Memang sepanjang perjalanan AS Roma sejauh ini, saya hanya berhasil menyaksikan mereka bertanding sebanyak tiga atau empat kali. Tetapi, gembar – gembor AS Roma di media dan kemenangan mereka 9 kali berturut-turut, semakin membuat saya penasaran apa yang spesial dari AS Roma ini.
Secara taktik, memang Rudi Garcia berhasil membuat AS Roma meraih poin maksimal hingga pekan ke-10. Namun bagi kita yang notabene adalah penikmat sepakbola tentunya kita ingin menyaksikan sepak bola yang menyuguhkan permainan menarik. Dan bagi saya permainan AS Roma ini jauh dari kata sepak bola yang menarik atau indah.
Akan tetapi sebagai tim yang hampir 12 tahun tidak merasakan nikmatnya gelar, kemenangan demi kemenangan adalah yang mereka butuhkan sekarang, tak peduli tipe permainan seperti apa yang harus dimainkan. Sama halnya dengan seorang gladiator, who could use any trick up his sleeve untuk mengangkat status social mereka, sang capitan future (pemimpin masa depan) pun datang untuk mewujudkan itu semua. Dia adalah Daniele De Rossi.
De Rossi adalah pemain yang paling berpengaruh di AS Roma, khususnya dalam hal bertahan. Baru kemasukan dua gol hingga pekan ke-11, menjadi bukti solidnya pertahanan Roma. Dan hal yang unik dari De Rossi pada musim ini adalah penempatan posisi bermainnya.
Banyak orang menilai posisi De Rossi adalah seorang defensive midfielder, namun sesungguhnya ia bermain sebagai seorang libero, seorang pemain belakang yang memiliki kemampuan yang baik dalam bertahan di area tengah, memiliki daya jelajah yang tinggi di area pertahanan dan juga ahli dalam mengalirkan umpan-umpan pendek maupun umpan panjang. Atribut – atribut tersebut kerap ditunjukkan oleh De Rossi musim ini.
Bermain di posisi tersebut bukanlah sesuatu yang baru bagi De Rossi. Pada Piala Eropa kemarin, Cesare Prandelli sempat memasang De Rossi sebagai libero dengan tujuan untuk mematahkan strategi false 9yang dimainkan oleh Spanyol. Walau kalah dalam jumlah possession ball, namun Italia berhasil meredam serangan-serangan Spanyol secara keseluruhan.
Musim ini, De Rossi banyak bermain di tengah dua bek tengah AS Roma. De Rossi pun jarang sekali terlihat jauh dari Mehdi Benatia dan Leandro Castan dalam penempatan posisi. Seringnya duo wingbackmereka, Maicon dan Dodo, melakukan overlap membuat De Rossi selalu siap menutup serangan balik lawan. Terlebih ketika duo wingback mereka telat dalam melakukan track back. Selain itu, pertahanan berlapis pada area pertahanan Roma membuat mereka semakin sulit ditembus melalui umpan-umpan terobosan.
Melakukan 22 total clearances dan 29 total intercepts adalah bukti kontribusi De Rossi dalam hal bertahan. Pemain yang juga berfungsi sebagai penyambung lini tengah ini memiliki keistimewaan yang luar biasa, akurasi operan dan visinya yang diatas rata - rata, membuat Roma terlihat seimbang ketika melakukan serangan. Rata-rata pass accuracy yang dimiliki De Rossi pun cukup impressive, 90%!
De Rossi, yang sinarnya tertutupi oleh bayang-bayang Totti, kini sedang bertarung melawan bayang - bayang tersebut. Para intelek sepak bola pun kini mulai menghargai keindahan permainan De Rossi. Para penonton sepak bola pun mulai mengaguminya dan menilainya sebagai barang taruhan yang bagus, selama ia menang dalam pertarungan. Namun, jika De Rossi gagal dan malah membawa Roma ke dalam kakalahan, dia harus siap bernasib sama dengan para gladiator yang siap mati dan terlupakan.

You Might Also Like

0 comments