Adieu Les Blues!

November 19, 2013


Sembilan belas kali sudah Piala Dunia diselenggarakan, sejak pertama kali Uruguay menjadi tuan rumah dan juga sekaligus kampiun, hingga penyelenggaraan Piala Dunia terakhir di Afrika Selatan dimana Spanyol menjadi juaranya. Dan pada penyelenggaraan turnamen akbar ke-20 ini, selain cerita bakal absennya salah satu dari 2 mega bintang Christiano Ronaldo dan Zlatan Ibahimovic, tak ketinggalan pula cerita dari negeri paman Napoleon Bonaparte, Perancis.
Perancis adalah salah satu negara yang suka akan drama dan cerita. Apa memang Perancis adalah tipe negara feminis atau memang negara yang kerap bikin sensasi? Yang jelas kekalahan Perancis dari Ukraina pada babak playoff Piala Dunia di leg I, cukup membuat banyak pihak yang terkejut. Nama-nama beken seperti Patrice Evra, Samir Nasri, Olivier Giroud, Karim Benzema dan nominator peraih Ballon D’Or, Franck Ribery seakan lenyap oleh nama-nama yang saya sendiri belum pernah dengar, seperti Roman Zazulya, Ruslan Rotan dan Olexander Kucher, yang mungkin saja bersepupu dengan Ashton Kutcher.
Sebenarnya, jikapun mereka gagal masuk ke putaran final Piala Dunia, tahun 2014 tidak akan jadi kali pertama dimana kejadian tersebut terjadi. Tercatat sudah sebanyak 6 kali Perancis gagal lolos ke Piala Dunia, yaitu pada tahun 1950, 1962, 1970, 1974, 1990 dan 1994. Dan dari 14 kali penampilan pada putaran final Piala Dunia, Perancis 7 kali gagal pada babak pertama putaran final Piala Dunia.
Setelah melihat sedikit sejarah dan latar belakang sepak bola Perancis yang memang suram, membuat banyak orang meragukan kemampuan mereka untuk dapat memutar-balikkan keadaan ketika melawan Ukraina di leg ke-II nanti. Toh sampe sejauh ini, mereka hanya mampu sekali menjadi juara dunia pada tahun 1998, itupun ketika mereka menjadi tuan rumah.
Jadi, Apa Yang Salah Dari Perancis?
Setelah ditinggal pemain legenda Zinedine Zidane, tim ayam jantan ini seakan kehilangan seorang pemimpin yang kuat di tim nasionalnya. Sebelum Zidane, Didier Deschamps, yang kini jadi pelatih Perancis, mampu memimpin Perancis ketika menjadi kampiun Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Perancis seakan kehilangan seorang motivator di lapangan, pemain yang dapat terus memberi semangat sepanjang 90 menit atau lebih, pemain yang selalu mengritisi pemain yang kadang berbuat kesalahan, pemain yang dihormati, baik secara personal, maupun berdasarkan kemampuannya mengolah bola. Setelah tindakan kontroversial Patrice Evra pada 2010, yang menjadikan posisinya di timnas Perancis mulai tersingkir, Hugo Lloris datang untuk mengemban ban kapten tersebut. Namun, kepiawaian Lloris di bawah mistar gawang tidak sebaik kemimpinannya di lapangan.
Memang dengan materi pemain yang bermain di liga top Eropa, Perancis terlihat lebih unggul secara taktik dan strategi ketimbang Ukraina. Namun Ukraina memperlihatkan determinasi yang tinggi dan kekompakan tim yang akhirnya berbuah pada kemenangan 2-0.
Selain itu, menurunya daya saing Liga Perancis membuat persaingan pemain – pemain timnas Perancis semakin kecil dan membuat para muka – muka lama seakan tak tersingkirkan posisinya dari daftar pemain tim nasional Perancis. Menurunnya daya saing Liga Perancis bisa jadi adalah efek dari kebijakan yang dilakukan Presiden Perancis, Francois Hollande, yang menerapkan potongan pajak sebesar 75% bagi mereka yang berpenghasilan lebih dari 1 miliar Euro per tahun, membuat banyak pemain enggan datang dan bermain di Liga Perancis. Nama-nama seperti Zlatan Ibrahimovic dan Edinson Cavani pun nampaknya tak akan bertahan lama jika kebijakan tersebut terus dipertahankan oleh pemerintah Perancis.
Dengan berkurangnya nama-nama beken di Liga Perancis, bukan hanya membuat pamor liga tersebut semakin merosot, namun juga membuat para pemain lokal Perancis kehilangan daya saing dengan pemain – pemain top lainnya yang akan membuat skill bermain bola mereka tidak berkembang. Oleh karenanya pemain – pemain “tetap” tim nasional Perancis seakan enggan untuk memberikan kemampuan terbaiknya kala bermain untuk Perancis. Toh, mereka akan tetap berada di sana, bermain baik maupun tidak.
Kembali menemukan pemimpin lapangan yang tepat dan kembali pada kebijakan Liga Perancis sebelumnya, dapat menjadi faktor pendukung timnas Perancis agar dapat berbicara banyak di kejuaraan – kejuaraan mendatang. Namun dengan waktu yang kurang dari 2 x 24 jam, sulit untuk Perancis memperbaiki itu semua. Hanya mukjizat yang mampu menyelamatkan Perancis. Dan mungkin saja mukjizat itu bernama Michel Platini.
Jika tidak, Adieu Les Blues! Selamat jalan Si Biru!

You Might Also Like

0 comments