The Big (Four) London Brothers
April 08, 2013
Sentimen antar pendukung London ini memang selalu
panas bak kisah Abraham Samad dengan mantan sekretarisnya, Wiwin Suwandi.
Bahkan sebelum adu jotos memperebutkan tahta the big four di
beberapa musim terakhir, laga Arsenal dan Tottenham selalu menghadirkan
kesangaran perang saudara. Kekejaman derby London Utara ini
bisa jadi melebihi kejamnya ibu tiri si bawang putih dan memiliki sejarah yang
lebih panjang dari serial Cinta Fitri.
Pada awal tahun 80-an, pendukung Arsenal memberikan panggilan “sayang” kepada pendukung Tottenham Hotspur, Yiddos (Yids). Panggilan tersebut diberikan karena markas Tottenham berada di Stamford Hill, yang mayoritas dihuni oleh kaum Yahudi. Uniknya, panggilan “sayang” dari para pendukung Arsenal itu justru diadopsi menjadi suatu nama kebanggaan bagi para pendukung Tottenham.
Doa – doa dan sesajen dipersembahkan oleh para pendukung Arsenal, ketika Tottenham Hotspur sempat tertinggal 1-2 dari Everton tadi malam. Namun ternyata, doa para yids lebih mujarab. Gylfi Sigurdsson mencetak gol penyeimbang bagi Spurs di menit ke-87, setelah berhasil memanfaatkan bola reboundtendangan Adebayor. Dengan hanya selisih dua poin dan satu pertandingan lebih banyak dari Tottenham,gooners pun akan semakin taat beribadah dan terus memanjaatkan doa kepada Tuhan, agar the lilywhitesselalu kehilangan poin.
Musim lalu, cerita – cerita dramatis nan tragis menghiasi ajang English Premier League. Selain drama perebutan gelar antara Manchester United dan Manchester City yang di tentukan oleh gol di menit-menit terakhir, gagalnya Tottenham Hotspur bermain di kancah Liga Champions pun tak kalah pedih dan menyakitkan. Bayangkan, Spurs yang bersusah payah mengamankan posisi empat di akhir liga, harus merelakan jatah mereka diberikan kepada saudara sekota mereka yang lain, Chelsea, yang berhasil memenangi Liga Champions musim lalu.
Kali ini perebutan medali perunggu dan juara harapan satu antara Arsenal, Chelsea, dan Tottenham akan lebih fair karena tak ada lagi wakil Inggris yang tersisa di ajang Liga Champions. Salah satu faktor “ketidak-adilan” pada The Battle of London ini adalah bervariasinya jumlah pertandingan masing-masing klub. Selain Liga Inggris, Chelsea masih harus menjalankan pertandingan di ajang Europa League dan Piala FA. Begitu juga dengan Tottenham yang masih terbagi konsentrasinya untuk ajang Liga Eropa. Arsenal adalah satu – satunya dari tiga bersaudara ini yang fokus pada satu titik, “gelar” the big four. Ya, Arsene Wenger ternyata sudah sangat bangga jika berhasil berada di posisi empat besar.
Klasemen sementara Liga Inggris menempatkan Chelsea dan Tottenham di posisi ketiga dan keempat, dengan sama-sama mengantongi 58 poin, sedangkan Arsenal bertengger di urutan kelima dengan selisih 2 poin di bawah Chelsea dan Spurs. Namun, Chelsea dan Arsenal baru memainkan 31 pertandingan, sementara pasukan Andres Villas Boas sudah memainkan 32 pertandingan. Tidak butuh waktu lama nampaknya untuk melihat perubahan di posisi empat besar ini, karena pekan depan duel antara Chelsea dan Tottenham akan tersaji untuk menentukan siapakah yang terdepak dari posisi empat besar ini. Duel tersebut akan menjadi salah satu scene kunci dalam skenario drama the big four.
Kisah AVB yang diberhentikan secara tidak hormat oleh Abramovich juga bisa menjadi latar belakang apik, bak reality show yang marak di tv. Villas boas akan menjadi orang yang tertawa selebar – lebarnya pekan depan, jika Dawson, dkk. berhasil menundukan the blues di depan pendukungnya sendiri, dan kemudian ia akan menghampiri sang raja minyak, Abramovich, sambil berkata “Enjoy your s(*)it, Sir!”. From zero to hero, headline yang sudah terpampang dimana – mana, dan akan tetap berkibar jika kelak Tottenham berhasil finish di peringkat yang lebih tinggi dari Chelsea. Jika itu terjadi, Abramovich mungkin hanya bisa menyesal diam – diam, seperti kalian yang mantannya ternyata semakin cantik setelah putus.
Tapi faktanya, Tottenham masih seperti anak bawang dalam perebutan posisi empat besar tersebut. Berbeda dengan Chelsea dan Arsenal yang memang selalu menjadi langganan Liga Champions. Tottenham yang berhasrat kembali berkiprah di level tertinggi liga eropa tersebut dan siap memberikan 1000% tenaga dan pikiran untuk berhasil lolos ke Liga Champions, malah kehilangan Gareth Bale karena cedera. Sudah rahasia umum bahwa Gareth Bale adalah Tottenham Hotspur, dan Spurs adalah Bale. Torehan 22 gol di musim ini menjadikannya top scorer untuk Spurs, dan aset penting bagi Villas Boas. Hilangnya Bale dalam pertandingan kemarin malam dan masih di ragukannya Bale untuk bisa menjalani derby match pekan depan melawan Chelsea, jelas akan mempengaruhi hasil akhir. Karena Bale adalah seorang pembeda di pertandingan-pertandingan besar.
Bukan hanya faktor Bale, Tottenham yang acapkali hilang fokus menjelang kompetisi berakhir membuat para yiddos harus rajin mengunjungi Synagogue agar terhindar dari rayuan dan buaian setan dan bisa masuk ke “surga” Champions.
Inilah sepakbola. Sepakbola membuat masyarakat sangat dekat dengan Tuhan. Entah berapa banyak doa dan dzikir terucap dari mulut dan lidah para suporter bola untuk mendukung tim kesayangannya masing-masing. Tak jarang para suporter juga mendoakan keburukan bagi tim lawan/rival. Namun true blues dangooners harus hati – hati, mendoakan kuburukan bagi para yiddos membuat mereka menjadi kaum yang terdzalimi, dan sebagaimana kita tahu, doa orang – orang terdzalimi lah yang dikabulkan. Mungkin itu pula alasan mengapa Manchester United sedang berada di ambang raihan juara untuk ke-20 kalinya, karena jumlah haters United yang hampir sebanyak jumlah pendukungnya.
Anyway, let’s sit back and enjoy the war between the big London brothers!
Pada awal tahun 80-an, pendukung Arsenal memberikan panggilan “sayang” kepada pendukung Tottenham Hotspur, Yiddos (Yids). Panggilan tersebut diberikan karena markas Tottenham berada di Stamford Hill, yang mayoritas dihuni oleh kaum Yahudi. Uniknya, panggilan “sayang” dari para pendukung Arsenal itu justru diadopsi menjadi suatu nama kebanggaan bagi para pendukung Tottenham.
Doa – doa dan sesajen dipersembahkan oleh para pendukung Arsenal, ketika Tottenham Hotspur sempat tertinggal 1-2 dari Everton tadi malam. Namun ternyata, doa para yids lebih mujarab. Gylfi Sigurdsson mencetak gol penyeimbang bagi Spurs di menit ke-87, setelah berhasil memanfaatkan bola reboundtendangan Adebayor. Dengan hanya selisih dua poin dan satu pertandingan lebih banyak dari Tottenham,gooners pun akan semakin taat beribadah dan terus memanjaatkan doa kepada Tuhan, agar the lilywhitesselalu kehilangan poin.
Musim lalu, cerita – cerita dramatis nan tragis menghiasi ajang English Premier League. Selain drama perebutan gelar antara Manchester United dan Manchester City yang di tentukan oleh gol di menit-menit terakhir, gagalnya Tottenham Hotspur bermain di kancah Liga Champions pun tak kalah pedih dan menyakitkan. Bayangkan, Spurs yang bersusah payah mengamankan posisi empat di akhir liga, harus merelakan jatah mereka diberikan kepada saudara sekota mereka yang lain, Chelsea, yang berhasil memenangi Liga Champions musim lalu.
Kali ini perebutan medali perunggu dan juara harapan satu antara Arsenal, Chelsea, dan Tottenham akan lebih fair karena tak ada lagi wakil Inggris yang tersisa di ajang Liga Champions. Salah satu faktor “ketidak-adilan” pada The Battle of London ini adalah bervariasinya jumlah pertandingan masing-masing klub. Selain Liga Inggris, Chelsea masih harus menjalankan pertandingan di ajang Europa League dan Piala FA. Begitu juga dengan Tottenham yang masih terbagi konsentrasinya untuk ajang Liga Eropa. Arsenal adalah satu – satunya dari tiga bersaudara ini yang fokus pada satu titik, “gelar” the big four. Ya, Arsene Wenger ternyata sudah sangat bangga jika berhasil berada di posisi empat besar.
Klasemen sementara Liga Inggris menempatkan Chelsea dan Tottenham di posisi ketiga dan keempat, dengan sama-sama mengantongi 58 poin, sedangkan Arsenal bertengger di urutan kelima dengan selisih 2 poin di bawah Chelsea dan Spurs. Namun, Chelsea dan Arsenal baru memainkan 31 pertandingan, sementara pasukan Andres Villas Boas sudah memainkan 32 pertandingan. Tidak butuh waktu lama nampaknya untuk melihat perubahan di posisi empat besar ini, karena pekan depan duel antara Chelsea dan Tottenham akan tersaji untuk menentukan siapakah yang terdepak dari posisi empat besar ini. Duel tersebut akan menjadi salah satu scene kunci dalam skenario drama the big four.
Kisah AVB yang diberhentikan secara tidak hormat oleh Abramovich juga bisa menjadi latar belakang apik, bak reality show yang marak di tv. Villas boas akan menjadi orang yang tertawa selebar – lebarnya pekan depan, jika Dawson, dkk. berhasil menundukan the blues di depan pendukungnya sendiri, dan kemudian ia akan menghampiri sang raja minyak, Abramovich, sambil berkata “Enjoy your s(*)it, Sir!”. From zero to hero, headline yang sudah terpampang dimana – mana, dan akan tetap berkibar jika kelak Tottenham berhasil finish di peringkat yang lebih tinggi dari Chelsea. Jika itu terjadi, Abramovich mungkin hanya bisa menyesal diam – diam, seperti kalian yang mantannya ternyata semakin cantik setelah putus.
Tapi faktanya, Tottenham masih seperti anak bawang dalam perebutan posisi empat besar tersebut. Berbeda dengan Chelsea dan Arsenal yang memang selalu menjadi langganan Liga Champions. Tottenham yang berhasrat kembali berkiprah di level tertinggi liga eropa tersebut dan siap memberikan 1000% tenaga dan pikiran untuk berhasil lolos ke Liga Champions, malah kehilangan Gareth Bale karena cedera. Sudah rahasia umum bahwa Gareth Bale adalah Tottenham Hotspur, dan Spurs adalah Bale. Torehan 22 gol di musim ini menjadikannya top scorer untuk Spurs, dan aset penting bagi Villas Boas. Hilangnya Bale dalam pertandingan kemarin malam dan masih di ragukannya Bale untuk bisa menjalani derby match pekan depan melawan Chelsea, jelas akan mempengaruhi hasil akhir. Karena Bale adalah seorang pembeda di pertandingan-pertandingan besar.
Bukan hanya faktor Bale, Tottenham yang acapkali hilang fokus menjelang kompetisi berakhir membuat para yiddos harus rajin mengunjungi Synagogue agar terhindar dari rayuan dan buaian setan dan bisa masuk ke “surga” Champions.
Inilah sepakbola. Sepakbola membuat masyarakat sangat dekat dengan Tuhan. Entah berapa banyak doa dan dzikir terucap dari mulut dan lidah para suporter bola untuk mendukung tim kesayangannya masing-masing. Tak jarang para suporter juga mendoakan keburukan bagi tim lawan/rival. Namun true blues dangooners harus hati – hati, mendoakan kuburukan bagi para yiddos membuat mereka menjadi kaum yang terdzalimi, dan sebagaimana kita tahu, doa orang – orang terdzalimi lah yang dikabulkan. Mungkin itu pula alasan mengapa Manchester United sedang berada di ambang raihan juara untuk ke-20 kalinya, karena jumlah haters United yang hampir sebanyak jumlah pendukungnya.
Anyway, let’s sit back and enjoy the war between the big London brothers!
0 comments