The Conqueror of Europe
March 11, 2013
Pada tahun 2000 kita menyaksikan Conqueror
of Europe II, dimana tim asal Turki, Galatasaray berhasil menjuarai piala
UEFA (sekarang menjadi Europa League) dengan mengalahkan Arsenal. Dan dengan
melajunya Galatasaray di babak 16 Liga Champions tahun ini, bukan mustahil akan
terjadi Conqueror of Europe III.
Terlalu hiperbolis nampaknya menjagokan Galatasaray
di kompetisi Liga Champions. Liga tertinggi di Eropa ini masih memiliki tim –
tim langganan juara, seperti Madrid, Milan, Munchen dan Barcelona. Galatasaray
tak lebih dari sekedar “anak bawang” dalam kompetisi ini.
Pertandingan Galatasaray melawan tim asal Jerman, Schalke 04, pekan ini, akan menjadi ajang pembuktian apakah darah penakluk Eropa masih melekat pada tubuh Galatasaray. Menilik hasil imbang 1-1 di Türk Telekom Arena, Schalke tampak seperti berada di atas angin pada leg ke II, karena Galatasaray akan bertandang ke Stadion Gelsenkirchen, menghadapi ribuan suporter Schalke. Namun perlu diingat, hampir 3.5 juta penduduk Jerman berasal dari etnis Turki. Dengan begitu, dukungan dari ultra aslan, julukan pendukung GS, akan turut bergema di setiap sudut kota Jerman.
Hadirnya mega bintang Wesley Sneijder dan Didier Drogba pada bursa transfer awal tahun ini, menunjukan keseriusan presiden Galatasaray, Unal Aysal, untuk kembali menaklukan eropa. Jutaan lira sudah di kucurkan untuk mendatangkan dua pemain tersebut, yang sekaligus mejadikan Sneijder pemain Belanda dengan gaji termahal. Sneijder, yang pernah merasakan juara Liga Champions bersama Inter Milan, dan Drogba, yang tahun lalu juga membawa Chelsea memenangkan kompetisi ini, diharapkan memberikan pengaruh di tubuh Galatasaray. Tak ada yang menyanggah bahwa Sneijder dan Drogba adalah salah satu gelandang dan striker terbaik dunia.
Selain kedua nama tersebut, Galatasaray juga mempunyai pemain-pemain yang sudah berpengalaman di liga eropa. Sebut saja Muslera yang pernah berseragam Lazio, Eboue bersama Arsenal, Riera bersama Liverpool dan Hamit Altintop bersama Munchen, menjadikan Galatasaray tim yang tak boleh di anggap enteng. Di samping itu, kembalinya pelatih Fatih Terim, sang imparator, yang pernah membawa Galatasaray menjuarai piala UEFA, membuat misi mempermalukan Schalke di kandang sendiri menjadi mission (not) impossible.
Galatasay akan kembali memainkan formasi 4-4-2 seperti pada leg I. Nounkeu dan Semih yang berada jantung pertahanan, tak kalah kokoh dengan bangunan-bangunan rancangan arsitek terkenal Turki, Mimar Sinan. Postur tubuh yang tinggi seperti tingginya menara Blue Mosque, membuat mereka mampu memenangkan duel – duel udara. Di kanan dan kiri garis pertahanan, Galatasaray memiliki Sabri dan Riera. Pada sisi kanan, Eboue pun bisa menjadi alternatif pilihan Fatih Terim. Keputusan Terim menjadikan Riera sebagai bek kiri, menurut saya adalah brilian. Di umur yang sudah tidak muda lagi, akan sulit menempatkan Riera di posisi flank, seperti saat ia masih di Liverpool, karena staminanya kini mudah terkuras. Menjadikannya seorang bek kiri ternyata tidak mengurangi daya serang Riera, overlap yang kerap dilakukannya dan umpan – umpan matangnya membuat Riera manjadi pemain Galatasaray dengan crossing terbanyak, yaitu 16 crosses.
Posisi tengah galatasaray di isi oleh Filipe Melo, benteng pertahan pertama Galatasaray. Stamina dan determinasi baik yang di miliki Melo, menjadikannya ball-winner terbaik di Galatasaray. Selçuk İnan mendampingi Melo di lini tengah, dengan bertugas sebagai deep-lying midfielder. Visi bermain yang tinggi dan passing akurat membuatnya menjadi aset penting Galatasaray. 506 pass completed yang dimiliki İnan, mengindikasikan keberhasilannya memainkan peran tersebut.
Sneijder, si pengatur serangan, berada didepan Melo dan İnan pada lini tengah. Ia bertugas menjemput bola dari lini kedua dan men-supply bola tersebut untuk lini depan Galatasaray. Ia adalah seorang pengatur serangan yang kreatif, visi bermain tinggi dan umpan terbosan akurat ala Sneijder, akan menjadi hidangan nikmat untuk Drogba dan Burak di posisi depan.
Posisi sayap kanan Galatasaray di isi oleh pemain Turki kelahiran Jerman, Hamit Altıntop. Pemain yang juga pernah bermain untuk Schalke ini, sudah tak perlu diragukan lagi kehebatannya. Penerima Puskas Award tahun 2010 ini, membuat serangan Galatasaray dari sisi kanan sangat mematikan. Tendangan jarak jauh yang menjadi andalan Hamit, bisa menjadi senjata rahasia GS. Tak hanya piawai dalam menyerang, Hamit pun sangat baik dalam bertahan. Hamit dimainkan sebagai bek kanan saat berada di Munchen. Bisa jadi, Terim memilih memainkan Hamit di posisi tersebut, jika menginginkan karakter menyerang pada timnya.
Posisi penyerang ditempati Burak Yilmaz dan Didier Drogba. Menduetkan Burak Yılmaz, yang menjadi top scorer Galatasaray di Liga Champions, dengan Drobga menghasilkan warna yang berbeda dan sangat manis untuk tim ini, layaknya Turkish Delight.
Burak memiliki penempatan posisi dan kecepatan yang baik, 7 gol sudah dilesakkan Burak di ajang ini, hanya kalah satu gol dengan pemuncak gol sementara, Cristiano Ronaldo. Saya pernah dibuat takjub olehnya, ketika menonton langsung pertandingan Turki melawan Jerman di Istanbul. Kecepatan Burak membuat bek tengah Jerman, Badstuber, kerap tertinggal. Burak juga tajam di bola-bola udara. Terbukti satu gol ia sarangkan ke gawang Manchester United ketika di fase grup.
Drogba yang melakukan come-back nya di Liga Champions, menunjukan hasrat untuk terus bermain di level tertinggi dunia sepak bola. “Kebuasan” Drogba di kotak penalti lawan membuat lini depan Galatasaray sempurna. Tendangan keras, kuat di bola-bola udara, dan akurasi tembakan yang baik, membuat Drogba di segani oleh bek-bek lawan.
Mungkin anda menyadari kejanggalan pada tulisan saya ini. Saya membahas pola 4-4-2 tanpa menyentuh sedikit pun mengenai keberadaan sayap kiri. Hal ini memang bisa terjadi, jika formasi diamond 4-4-2 diterapkan, yaitu memainkan satu defensive-midfielder, dua center-midfielder dan satu attacking-midfielderpada formasi tersebut. Namun kalau diperhatikan baik - baik, saya telah membahas posisi Hamit Altıntop di sayap kanan, tetapi tidak mengimbanginya dengan pembahasan posisi sayap kiri.
Ya, kejanggalan ini lah yang saya lihat pada Galatasaray. Tim yang mulai memainkan pola 4-4-2 itu tidak memilki sayap murni di sisi kiri. Kehadiran Drogba dan Sneijder “memaksa” Terim memainkan formasi tersebut tanpa adanya sayap kiri murni. Sebelum datangnya Sneijder dan Drogba, Galatasaray berhasil lolos ke babak 16 besar dengan memainkan pola 4-2-3-1 yang lebih attractive dan mobile. Ketika itu, Amrabat-lah yang ditugaskan sebagai sayap kiri murni. Ketiadaan sayap kiri ini terlihat pada pertandingan terakhir GS melawan Gençlerbirliği, dimana serangan Galatasaray lebih banyak di ciptakan dari sayap kanan. Bukan hanya kekurangan daya serang dari posisi kiri, tetapi tak adanya track-back dari posisi tersebut untuk menjaga serangan Schalke, yang sering berasal dari sayap, membuat pendukung Galatasaray khawatir.
Di samping itu, kini Galatasaray di bayang – bayangi penampilan buruk di dua laga terakhirnya pada liga domestik. Galatasaray ditahan imbang 0-0 oleh Eskişehir dan dipermalukan oleh Gençlerbirliği dihadapan ribuan ultra-aslan dengan skor 0-1.
Sementara Schalke justru sedang dalam performa terbaiknya dengan menyapu bersih kemenangan dari 3 laga terakhir. Euforia Schalke bertambah setelah berhasil menundukan salah satu calon kuat di liga Champions, Borussia Dortmund, pada pertandingan terakhirnya. Dengan begitu, Schalke lebih banyak diunggulkan pada pertandingan tengah pekan ini. Pasukan Jens Keller ini juga memilki pemain-pemain yang tak kalah spektakuler dari Galatasaray. Die Knappen memiki pemain sekelas Uchida, Michel Bastos, Jefferson Farfan dan juga Klass Jan Huntelaar.
Terlepas dari penampilan buruk Galatasaray di pertandingan terakhir, ketajaman Burak Yilmaz, kematangan Riera, materi pemain – pemain berpengalaman dan mental juara pada Sneijder dan Drogba siap mengantarkan Galatasaray untuk menjadi The Conqueror of Europe.
Pertandingan Galatasaray melawan tim asal Jerman, Schalke 04, pekan ini, akan menjadi ajang pembuktian apakah darah penakluk Eropa masih melekat pada tubuh Galatasaray. Menilik hasil imbang 1-1 di Türk Telekom Arena, Schalke tampak seperti berada di atas angin pada leg ke II, karena Galatasaray akan bertandang ke Stadion Gelsenkirchen, menghadapi ribuan suporter Schalke. Namun perlu diingat, hampir 3.5 juta penduduk Jerman berasal dari etnis Turki. Dengan begitu, dukungan dari ultra aslan, julukan pendukung GS, akan turut bergema di setiap sudut kota Jerman.
Hadirnya mega bintang Wesley Sneijder dan Didier Drogba pada bursa transfer awal tahun ini, menunjukan keseriusan presiden Galatasaray, Unal Aysal, untuk kembali menaklukan eropa. Jutaan lira sudah di kucurkan untuk mendatangkan dua pemain tersebut, yang sekaligus mejadikan Sneijder pemain Belanda dengan gaji termahal. Sneijder, yang pernah merasakan juara Liga Champions bersama Inter Milan, dan Drogba, yang tahun lalu juga membawa Chelsea memenangkan kompetisi ini, diharapkan memberikan pengaruh di tubuh Galatasaray. Tak ada yang menyanggah bahwa Sneijder dan Drogba adalah salah satu gelandang dan striker terbaik dunia.
Selain kedua nama tersebut, Galatasaray juga mempunyai pemain-pemain yang sudah berpengalaman di liga eropa. Sebut saja Muslera yang pernah berseragam Lazio, Eboue bersama Arsenal, Riera bersama Liverpool dan Hamit Altintop bersama Munchen, menjadikan Galatasaray tim yang tak boleh di anggap enteng. Di samping itu, kembalinya pelatih Fatih Terim, sang imparator, yang pernah membawa Galatasaray menjuarai piala UEFA, membuat misi mempermalukan Schalke di kandang sendiri menjadi mission (not) impossible.
Galatasay akan kembali memainkan formasi 4-4-2 seperti pada leg I. Nounkeu dan Semih yang berada jantung pertahanan, tak kalah kokoh dengan bangunan-bangunan rancangan arsitek terkenal Turki, Mimar Sinan. Postur tubuh yang tinggi seperti tingginya menara Blue Mosque, membuat mereka mampu memenangkan duel – duel udara. Di kanan dan kiri garis pertahanan, Galatasaray memiliki Sabri dan Riera. Pada sisi kanan, Eboue pun bisa menjadi alternatif pilihan Fatih Terim. Keputusan Terim menjadikan Riera sebagai bek kiri, menurut saya adalah brilian. Di umur yang sudah tidak muda lagi, akan sulit menempatkan Riera di posisi flank, seperti saat ia masih di Liverpool, karena staminanya kini mudah terkuras. Menjadikannya seorang bek kiri ternyata tidak mengurangi daya serang Riera, overlap yang kerap dilakukannya dan umpan – umpan matangnya membuat Riera manjadi pemain Galatasaray dengan crossing terbanyak, yaitu 16 crosses.
Posisi tengah galatasaray di isi oleh Filipe Melo, benteng pertahan pertama Galatasaray. Stamina dan determinasi baik yang di miliki Melo, menjadikannya ball-winner terbaik di Galatasaray. Selçuk İnan mendampingi Melo di lini tengah, dengan bertugas sebagai deep-lying midfielder. Visi bermain yang tinggi dan passing akurat membuatnya menjadi aset penting Galatasaray. 506 pass completed yang dimiliki İnan, mengindikasikan keberhasilannya memainkan peran tersebut.
Sneijder, si pengatur serangan, berada didepan Melo dan İnan pada lini tengah. Ia bertugas menjemput bola dari lini kedua dan men-supply bola tersebut untuk lini depan Galatasaray. Ia adalah seorang pengatur serangan yang kreatif, visi bermain tinggi dan umpan terbosan akurat ala Sneijder, akan menjadi hidangan nikmat untuk Drogba dan Burak di posisi depan.
Posisi sayap kanan Galatasaray di isi oleh pemain Turki kelahiran Jerman, Hamit Altıntop. Pemain yang juga pernah bermain untuk Schalke ini, sudah tak perlu diragukan lagi kehebatannya. Penerima Puskas Award tahun 2010 ini, membuat serangan Galatasaray dari sisi kanan sangat mematikan. Tendangan jarak jauh yang menjadi andalan Hamit, bisa menjadi senjata rahasia GS. Tak hanya piawai dalam menyerang, Hamit pun sangat baik dalam bertahan. Hamit dimainkan sebagai bek kanan saat berada di Munchen. Bisa jadi, Terim memilih memainkan Hamit di posisi tersebut, jika menginginkan karakter menyerang pada timnya.
Posisi penyerang ditempati Burak Yilmaz dan Didier Drogba. Menduetkan Burak Yılmaz, yang menjadi top scorer Galatasaray di Liga Champions, dengan Drobga menghasilkan warna yang berbeda dan sangat manis untuk tim ini, layaknya Turkish Delight.
Burak memiliki penempatan posisi dan kecepatan yang baik, 7 gol sudah dilesakkan Burak di ajang ini, hanya kalah satu gol dengan pemuncak gol sementara, Cristiano Ronaldo. Saya pernah dibuat takjub olehnya, ketika menonton langsung pertandingan Turki melawan Jerman di Istanbul. Kecepatan Burak membuat bek tengah Jerman, Badstuber, kerap tertinggal. Burak juga tajam di bola-bola udara. Terbukti satu gol ia sarangkan ke gawang Manchester United ketika di fase grup.
Drogba yang melakukan come-back nya di Liga Champions, menunjukan hasrat untuk terus bermain di level tertinggi dunia sepak bola. “Kebuasan” Drogba di kotak penalti lawan membuat lini depan Galatasaray sempurna. Tendangan keras, kuat di bola-bola udara, dan akurasi tembakan yang baik, membuat Drogba di segani oleh bek-bek lawan.
Mungkin anda menyadari kejanggalan pada tulisan saya ini. Saya membahas pola 4-4-2 tanpa menyentuh sedikit pun mengenai keberadaan sayap kiri. Hal ini memang bisa terjadi, jika formasi diamond 4-4-2 diterapkan, yaitu memainkan satu defensive-midfielder, dua center-midfielder dan satu attacking-midfielderpada formasi tersebut. Namun kalau diperhatikan baik - baik, saya telah membahas posisi Hamit Altıntop di sayap kanan, tetapi tidak mengimbanginya dengan pembahasan posisi sayap kiri.
Ya, kejanggalan ini lah yang saya lihat pada Galatasaray. Tim yang mulai memainkan pola 4-4-2 itu tidak memilki sayap murni di sisi kiri. Kehadiran Drogba dan Sneijder “memaksa” Terim memainkan formasi tersebut tanpa adanya sayap kiri murni. Sebelum datangnya Sneijder dan Drogba, Galatasaray berhasil lolos ke babak 16 besar dengan memainkan pola 4-2-3-1 yang lebih attractive dan mobile. Ketika itu, Amrabat-lah yang ditugaskan sebagai sayap kiri murni. Ketiadaan sayap kiri ini terlihat pada pertandingan terakhir GS melawan Gençlerbirliği, dimana serangan Galatasaray lebih banyak di ciptakan dari sayap kanan. Bukan hanya kekurangan daya serang dari posisi kiri, tetapi tak adanya track-back dari posisi tersebut untuk menjaga serangan Schalke, yang sering berasal dari sayap, membuat pendukung Galatasaray khawatir.
Di samping itu, kini Galatasaray di bayang – bayangi penampilan buruk di dua laga terakhirnya pada liga domestik. Galatasaray ditahan imbang 0-0 oleh Eskişehir dan dipermalukan oleh Gençlerbirliği dihadapan ribuan ultra-aslan dengan skor 0-1.
Sementara Schalke justru sedang dalam performa terbaiknya dengan menyapu bersih kemenangan dari 3 laga terakhir. Euforia Schalke bertambah setelah berhasil menundukan salah satu calon kuat di liga Champions, Borussia Dortmund, pada pertandingan terakhirnya. Dengan begitu, Schalke lebih banyak diunggulkan pada pertandingan tengah pekan ini. Pasukan Jens Keller ini juga memilki pemain-pemain yang tak kalah spektakuler dari Galatasaray. Die Knappen memiki pemain sekelas Uchida, Michel Bastos, Jefferson Farfan dan juga Klass Jan Huntelaar.
Terlepas dari penampilan buruk Galatasaray di pertandingan terakhir, ketajaman Burak Yilmaz, kematangan Riera, materi pemain – pemain berpengalaman dan mental juara pada Sneijder dan Drogba siap mengantarkan Galatasaray untuk menjadi The Conqueror of Europe.
0 comments